kuliah-umum-prodi-arsitektur-bertema-mencari-identitas-arsitektur-lokal_83.jpg

Kuliah Umum Prodi Arsitektur Bertema Mencari Identitas Arsitektur Lokal

UNPAB-Medan: Pada hari Kamis tanggal 25 Januari 2018 berlokasi di ruang seminar gedung A, telah berlangsung kegiatan Kuliah Umum yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Pembangunan Panca Budi. Kegiatan kuliah umum tersebut diisi oleh pemateri ibu Dr. Ir. Pancawati Dewi, MT yang merupakan dosen tetap Program Studi Arsitektur di Universitas Gunadarma, Depok. Adapun kuliah umum ini berjudul “Arsitektur dan Api: Mencari Identitas Arsitektur Lokal”. Kuliah umum dihadiri oleh dosen dan mahasiswa Program Studi Teknik Arsitektur UNPAB dan dosen Departemen Arsitektur USU.

Dalam kuliah umum tersebut disampaikan bahwa setiap daerah memiliki kearifan lokal tersendiri, dan tidak terkecuali di Indonesia. Indonesia terdiri dari beragam suku, dan setiap suku tersebut memiliki keunikannya sendiri, termasuk dalam memanfaatkan api guna mendukung keberlangsungan hidup mereka.

Dilihat dari sejarahnya, api ditemukan tidak sengaja karena adanya fenomena alam, yaitu petir yang menyambar ranting kering yang kemudian terbakar dan terciptalah api. Pada awalnya manusia hanya menggunakan pencahayaan alami yaitu cahaya matahari. Namun setelah api ditemukan, manusia menggunakan tidak hanya menggunakan api sebagai pencahayaan, tetapi juga untuk memasak, menghangatkan suhu ruangan, mengawetkan makanan dan lain sebagainya.

 

 

 

kuliah-umum-prodi-arsitektur-bertema-mencari-identitas-arsitektur-lokal_80.jpg

Kuliah Umum Prodi Arsitektur Bertema Mencari Identitas Arsitektur Lokal

Kembali pada pembahasan beragam suku di Indonesia, pada masa tradisional bangunan beragam suku di Indonesia muncul dengan bentuk-bentuk yang rumit, ber-ornamen, dan setiap bentuk tersebut memiliki makna, lalu apa hubungannya dengan api?

Di negara-negara timur, khususnya di Indonesia, banyak rumah-rumah adat yang memanfaatkan api bukan sekedar untuk masak dan penerangan pada malam hari saja tetapi area perapian dijadikan sebagai tempat berkumpul dan tempat bercengkrama seluruh anggota keluarga. Hal ini dapat dilihat pada bentuk rumah-rumah tradisional yang terletak di Indonesia bagian timur yang denahnya berbentuk melingkar dan dindingnya terbuat dari kayu.

Dalam pembagian zona ruangan pada rumah tradisional di Indonesia tampak bahwa ruang perapian di buat lebih lebar dibandingkan ruang-ruang lainya. Sedangkan di negara-negara bagian barat, ruang perapian dibuat tersendiri dan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran yang ada di rumah-rumah tradisioanal di Indonesia. Mengapa demikian? Hal ini diperkirakan karena sejak dulu bangunan di negara barat berkembangan secara serentak satu sama lain, sedangkan di Indonesia dengan beragam suku dan budayanya yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke, perubahan tersebut terjadi secara terpisah dan tidak ada yang serupa bentuk dan filosofi antara bangunannya.

Namun fenomena yang sangat disayangkan cenderung terjadi saat ini. Fenomena tersebut adalah banyaknya bangunan baru yang cenderung mengikuti trend kontemporer, dimana jarang sekali merujuk pada bentuk-bentuk yang sudah diwariskan oleh leluhur kita. Hal inilah yang menjadi tugas para arsitek saat ini, yaitu untuk menunjukan identitas arsitektur lokal di setiap daerah agar generasi-generasi muda tahu akan budaya dan identitas bangsa mereka sendiri.

Berita Lainnya