-1752486969_96.jpg

Tradisi Tepung Tawar - Doa dalam Budaya Melayu

Medan, Juli 2025 — Tepuk Tepung Tawar (Tepung Tawar) adalah tradisi adat khas suku Melayu yang sarat makna religius dan simbolik. Meski memiliki akar dari kepercayaan Hindu, tradisi tepung tawar berhasil diadaptasi sesuai dengan syariat Islam dan masih sangat hidup di masyarakat Melayu, khususnya di Sumatera Utara

Menurut jurnal penelitian di Sumatera Utara, praktik tepung tawar berasal dari budaya Hindu yang telah disesuaikan oleh masyarakat Melayu setelah masuknya Islam pada abad ke-7–8 M , sehingga menjadi ritual doa dan restu yang Islami. Prosesi tepung tawar biasanya dilakukan pada berbagai momen sakral seperti pernikahan, khitanan, aqiqah, pindah rumah, hingga penyembuhan setelah sakit . Ritual ini bertujuan memohon keselamatan, keberkahan, dan syukur atas rezeki atau pencapaian penting. 

Ramuan dalam tepung tawar terdiri dari tiga elemen utama:

- Ramuan penabur: beras putih, beras kunyit, bertih, dan bunga rampai melambangkan kesucian, keberlimpahan, dan kebahagiaan.

- Ramuan perinjis: daun-daunan seperti daun sedingin, daun gandarusa, dan daun juang-juang yang dirangkai dan dicelupkan ke air dan bedak untuk disemprotkan ke penerima sebagai simbol doa dan kesejukan hati.

- Perlengkapan pendukung: nampan tembaga, mangkuk, serta dupa atau parfum sebagai pelengkap estetika prosesi adat 

Prosesi tepung tawar diawali dengan penaburan bahan secara berputar dari atas kepala penerima sambil membaca salawat, diikuti dengan penyiraman air mawar atau air percung. Setelah itu, penepuk tepung tawar diangkat dan prosesi ini diakhiri dengan doa dari tokoh agama atau pejabat adat. Jumlah penepuk biasanya dalam bilangan ganjil seperti 3, 5, 7, atau 9 orang . 

Tepung tawar mencerminkan integrasi harmonis antara nilai agama dan kearifan budaya lokal. Nilai-nilai seperti doa, syukur, keikhlasan , serta kebersamaan keluarga dan masyarakat digambarkan melalui ritual ini. Ia juga mempererat tali silaturrahmi dan identitas komunitas Melayu di era modern ini. 

Referensi:
detik.com
KOMPAS.com
jurnal.medanresourcecenter.org
Gusdurian.net
Wikepedia.com  

-1752486969_96.jpg

Tradisi Tepung Tawar - Doa dalam Budaya Melayu

Medan, Juli 2025 — Tepuk Tepung Tawar (Tepung Tawar) adalah tradisi adat khas suku Melayu yang sarat makna religius dan simbolik. Meski memiliki akar dari kepercayaan Hindu, tradisi tepung tawar berhasil diadaptasi sesuai dengan syariat Islam dan masih sangat hidup di masyarakat Melayu, khususnya di Sumatera Utara

Menurut jurnal penelitian di Sumatera Utara, praktik tepung tawar berasal dari budaya Hindu yang telah disesuaikan oleh masyarakat Melayu setelah masuknya Islam pada abad ke-7–8 M , sehingga menjadi ritual doa dan restu yang Islami. Prosesi tepung tawar biasanya dilakukan pada berbagai momen sakral seperti pernikahan, khitanan, aqiqah, pindah rumah, hingga penyembuhan setelah sakit . Ritual ini bertujuan memohon keselamatan, keberkahan, dan syukur atas rezeki atau pencapaian penting. 

Ramuan dalam tepung tawar terdiri dari tiga elemen utama:

- Ramuan penabur: beras putih, beras kunyit, bertih, dan bunga rampai melambangkan kesucian, keberlimpahan, dan kebahagiaan.

- Ramuan perinjis: daun-daunan seperti daun sedingin, daun gandarusa, dan daun juang-juang yang dirangkai dan dicelupkan ke air dan bedak untuk disemprotkan ke penerima sebagai simbol doa dan kesejukan hati.

- Perlengkapan pendukung: nampan tembaga, mangkuk, serta dupa atau parfum sebagai pelengkap estetika prosesi adat 

Prosesi tepung tawar diawali dengan penaburan bahan secara berputar dari atas kepala penerima sambil membaca salawat, diikuti dengan penyiraman air mawar atau air percung. Setelah itu, penepuk tepung tawar diangkat dan prosesi ini diakhiri dengan doa dari tokoh agama atau pejabat adat. Jumlah penepuk biasanya dalam bilangan ganjil seperti 3, 5, 7, atau 9 orang . 

Tepung tawar mencerminkan integrasi harmonis antara nilai agama dan kearifan budaya lokal. Nilai-nilai seperti doa, syukur, keikhlasan , serta kebersamaan keluarga dan masyarakat digambarkan melalui ritual ini. Ia juga mempererat tali silaturrahmi dan identitas komunitas Melayu di era modern ini. 

Referensi:
detik.com
KOMPAS.com
jurnal.medanresourcecenter.org
Gusdurian.net
Wikepedia.com  

-1752486969_96.jpg

Tradisi Tepung Tawar - Doa dalam Budaya Melayu

Medan, Juli 2025 — Tepuk Tepung Tawar (Tepung Tawar) adalah tradisi adat khas suku Melayu yang sarat makna religius dan simbolik. Meski memiliki akar dari kepercayaan Hindu, tradisi tepung tawar berhasil diadaptasi sesuai dengan syariat Islam dan masih sangat hidup di masyarakat Melayu, khususnya di Sumatera Utara

Menurut jurnal penelitian di Sumatera Utara, praktik tepung tawar berasal dari budaya Hindu yang telah disesuaikan oleh masyarakat Melayu setelah masuknya Islam pada abad ke-7–8 M , sehingga menjadi ritual doa dan restu yang Islami. Prosesi tepung tawar biasanya dilakukan pada berbagai momen sakral seperti pernikahan, khitanan, aqiqah, pindah rumah, hingga penyembuhan setelah sakit . Ritual ini bertujuan memohon keselamatan, keberkahan, dan syukur atas rezeki atau pencapaian penting. 

Ramuan dalam tepung tawar terdiri dari tiga elemen utama:

- Ramuan penabur: beras putih, beras kunyit, bertih, dan bunga rampai melambangkan kesucian, keberlimpahan, dan kebahagiaan.

- Ramuan perinjis: daun-daunan seperti daun sedingin, daun gandarusa, dan daun juang-juang yang dirangkai dan dicelupkan ke air dan bedak untuk disemprotkan ke penerima sebagai simbol doa dan kesejukan hati.

- Perlengkapan pendukung: nampan tembaga, mangkuk, serta dupa atau parfum sebagai pelengkap estetika prosesi adat 

Prosesi tepung tawar diawali dengan penaburan bahan secara berputar dari atas kepala penerima sambil membaca salawat, diikuti dengan penyiraman air mawar atau air percung. Setelah itu, penepuk tepung tawar diangkat dan prosesi ini diakhiri dengan doa dari tokoh agama atau pejabat adat. Jumlah penepuk biasanya dalam bilangan ganjil seperti 3, 5, 7, atau 9 orang . 

Tepung tawar mencerminkan integrasi harmonis antara nilai agama dan kearifan budaya lokal. Nilai-nilai seperti doa, syukur, keikhlasan , serta kebersamaan keluarga dan masyarakat digambarkan melalui ritual ini. Ia juga mempererat tali silaturrahmi dan identitas komunitas Melayu di era modern ini. 

Referensi:
detik.com
KOMPAS.com
jurnal.medanresourcecenter.org
Gusdurian.net
Wikepedia.com  

-1752486969_96.jpg

Tradisi Tepung Tawar - Doa dalam Budaya Melayu

Medan, Juli 2025 — Tepuk Tepung Tawar (Tepung Tawar) adalah tradisi adat khas suku Melayu yang sarat makna religius dan simbolik. Meski memiliki akar dari kepercayaan Hindu, tradisi tepung tawar berhasil diadaptasi sesuai dengan syariat Islam dan masih sangat hidup di masyarakat Melayu, khususnya di Sumatera Utara

Menurut jurnal penelitian di Sumatera Utara, praktik tepung tawar berasal dari budaya Hindu yang telah disesuaikan oleh masyarakat Melayu setelah masuknya Islam pada abad ke-7–8 M , sehingga menjadi ritual doa dan restu yang Islami. Prosesi tepung tawar biasanya dilakukan pada berbagai momen sakral seperti pernikahan, khitanan, aqiqah, pindah rumah, hingga penyembuhan setelah sakit . Ritual ini bertujuan memohon keselamatan, keberkahan, dan syukur atas rezeki atau pencapaian penting. 

Ramuan dalam tepung tawar terdiri dari tiga elemen utama:

- Ramuan penabur: beras putih, beras kunyit, bertih, dan bunga rampai melambangkan kesucian, keberlimpahan, dan kebahagiaan.

- Ramuan perinjis: daun-daunan seperti daun sedingin, daun gandarusa, dan daun juang-juang yang dirangkai dan dicelupkan ke air dan bedak untuk disemprotkan ke penerima sebagai simbol doa dan kesejukan hati.

- Perlengkapan pendukung: nampan tembaga, mangkuk, serta dupa atau parfum sebagai pelengkap estetika prosesi adat 

Prosesi tepung tawar diawali dengan penaburan bahan secara berputar dari atas kepala penerima sambil membaca salawat, diikuti dengan penyiraman air mawar atau air percung. Setelah itu, penepuk tepung tawar diangkat dan prosesi ini diakhiri dengan doa dari tokoh agama atau pejabat adat. Jumlah penepuk biasanya dalam bilangan ganjil seperti 3, 5, 7, atau 9 orang . 

Tepung tawar mencerminkan integrasi harmonis antara nilai agama dan kearifan budaya lokal. Nilai-nilai seperti doa, syukur, keikhlasan , serta kebersamaan keluarga dan masyarakat digambarkan melalui ritual ini. Ia juga mempererat tali silaturrahmi dan identitas komunitas Melayu di era modern ini. 

Referensi:
detik.com
KOMPAS.com
jurnal.medanresourcecenter.org
Gusdurian.net
Wikepedia.com  

-1752486969_96.jpg

Tradisi Tepung Tawar - Doa dalam Budaya Melayu

Medan, Juli 2025 — Tepuk Tepung Tawar (Tepung Tawar) adalah tradisi adat khas suku Melayu yang sarat makna religius dan simbolik. Meski memiliki akar dari kepercayaan Hindu, tradisi tepung tawar berhasil diadaptasi sesuai dengan syariat Islam dan masih sangat hidup di masyarakat Melayu, khususnya di Sumatera Utara

Menurut jurnal penelitian di Sumatera Utara, praktik tepung tawar berasal dari budaya Hindu yang telah disesuaikan oleh masyarakat Melayu setelah masuknya Islam pada abad ke-7–8 M , sehingga menjadi ritual doa dan restu yang Islami. Prosesi tepung tawar biasanya dilakukan pada berbagai momen sakral seperti pernikahan, khitanan, aqiqah, pindah rumah, hingga penyembuhan setelah sakit . Ritual ini bertujuan memohon keselamatan, keberkahan, dan syukur atas rezeki atau pencapaian penting. 

Ramuan dalam tepung tawar terdiri dari tiga elemen utama:

- Ramuan penabur: beras putih, beras kunyit, bertih, dan bunga rampai melambangkan kesucian, keberlimpahan, dan kebahagiaan.

- Ramuan perinjis: daun-daunan seperti daun sedingin, daun gandarusa, dan daun juang-juang yang dirangkai dan dicelupkan ke air dan bedak untuk disemprotkan ke penerima sebagai simbol doa dan kesejukan hati.

- Perlengkapan pendukung: nampan tembaga, mangkuk, serta dupa atau parfum sebagai pelengkap estetika prosesi adat 

Prosesi tepung tawar diawali dengan penaburan bahan secara berputar dari atas kepala penerima sambil membaca salawat, diikuti dengan penyiraman air mawar atau air percung. Setelah itu, penepuk tepung tawar diangkat dan prosesi ini diakhiri dengan doa dari tokoh agama atau pejabat adat. Jumlah penepuk biasanya dalam bilangan ganjil seperti 3, 5, 7, atau 9 orang . 

Tepung tawar mencerminkan integrasi harmonis antara nilai agama dan kearifan budaya lokal. Nilai-nilai seperti doa, syukur, keikhlasan , serta kebersamaan keluarga dan masyarakat digambarkan melalui ritual ini. Ia juga mempererat tali silaturrahmi dan identitas komunitas Melayu di era modern ini. 

Referensi:
detik.com
KOMPAS.com
jurnal.medanresourcecenter.org
Gusdurian.net
Wikepedia.com  

Berita Lainnya